"EENDER MOOISTE PASSER OP JAVA" atau salah satu pasar terindah di Jawa bukanlah sebutan yang berlebihan untuk pasar Beringharjo. Pasar yang berkonstruksi beton bertulang dalam bentuk dan wujud yang akrab dengan arsitektur tropis ini juga merupakan pasar tertua yang keberadaanya mempunyai nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dipisahkan dengan kraton Yogyakarta.
Pasar tradisional yang terus berkembang ini dibangun di atas tanah seluas 2,5 hektar dan mengalami rehabilitasi sebanyak dua kali pada tahun 1951 dan 1970. Seiring dengan perkembangan zaman dan pemerintahan, maka pasar Beringharjo diambil alih oleh pemerintah kota Yogyakarta.
JAM BUKA
Setiap hari pukul 06.00-17.00 WIB
Setiap hari pukul 06.00-17.00 WIB
FASILITAS:
Komponen Utama:
Komponen Utama:
- Lahan
- Toko petak/kios
- Dasaran di dalam los
- Dasaran di luar los
- Dasaran di luar Pasar
- Gudang
- Kandang hewan
Komponen Penunjang:
- Sarana Parkir
- Sarana Bongkar Muat
- Mekanikal Elektrikal
- Sarana Komunikasi
- Sarana Penambatan Hewan
- Jalan Khusus
- Sarana Pengamanan
- Sarana Sanitasi
Komponen Pendukung:
- Pusat Pelayanan Kesehatan dan Penitipan Anak
- Pusat Pelayanan Jasa Angkut
- Kantor Pengelola
- Kantor Koperasi Pasar
- Tempat Ibadah/Mushola/Masjid
SHOWROOM
- Kios dan Los pakaian batik
- Kios dan Los kebutuhan rumah tangga
- Kios dan Los alat elektronik
- Kios dan Los buah-buahan
- Kios dan Los jajanan pasar
SEJARAH
Pasar Beringharjo merupakan salah satu komponen dalam pola tata kota Kerajaan, biasa disebut pola Catur Tunggal yaitu Keraton, Alun-alun, Pasar dan Masjid (Bangunan Suci).
Pasar Beringharjo merupakan salah satu komponen dalam pola tata kota Kerajaan, biasa disebut pola Catur Tunggal yaitu Keraton, Alun-alun, Pasar dan Masjid (Bangunan Suci).
Lokasi pasar dulunya merupakan lapangan yang agak luas, berlumpur dan agak becek, juga banyak pohon beringinnya, sebelah timur (bangunan non permanen) adalah bekas makam orang-orang Belanda. Tempat ini secara resmi dipergunakan sebagai ajang pertemuan rakyat, setelah ditunjuk oleh Sri Sultan Yogyakarta tahun 1758. Setelah itu orang-orang mulai memanfaatkan dengan mendirikan payon-payon sebagai peneduh panas dan hujan.
Keadaan semakin berkembang hingga Pemerintah memandang perlu membangun pasar yang representatif dan layak sebagai pasar pusat di Yogyakarta. Nederlansch Indisch Beton Maatschapij ditugaskan membangun los-los pasar pada tanggal 24 Maret 1925. Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan, dan kemudian menyusul yang lainnya secara bertahap. Pada akhir Maret 1926, pembangunan pasar selesai dan mulai dipergunakan sebulan setelah itu.
Sedangkan nama Beringharjo sendiri baru diberikan setelah bertahtanya Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau memerintahkan agar nama-nama Jawa yang dipergunakan untuk semua instansi di bawah Kasultanan Ngayogyakarta. Nama Beringharjo dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan beringin dan beringin merupakan lambing kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang. Jadi hal itu sesuai dengan citra pasar yang sempat terbakar pada tahun 1986 ini sebagai pasar pusat atau pasar Gede bagi masyarakat Yogyakarta.
Video Link:
Video Link:
0 comments:
Post a Comment